Geografi :
Kecamatan Trucuk terletak di sebelah tenggara dari kota Klaten
berjarak sekitar 12 km. Kecamatan ini berbatasan dengan 5 kecamatan di
kabupaten Klaten, sebagai berikut :
Sebelah utara
|
:
|
Kecamatan Ceper & Pedan;
|
|
Sebelah timur
|
:
|
Kecamatan Cawas;
|
|
Sebelah selatan
|
:
|
Kecamatan Bayat;
|
|
Sebelah barat
|
:
|
Kecamatan Kalikotes.
|
Topografi tanah hampir100 persen daratan.
Berada pada 110°37'-110°42' BT dan 7°40'-7°45' LS
Luas
|
33,81 km²
|
Jumlah penduduk
|
67.310 jiwa
|
Kepadatan
|
1.991 per km²
|
Jumlah Desa = 18 Desa
:
|
||||
Budaya :
Sebagian besar masyarakat Trucuk beragama Islam dan hampir disetiap
dukuh terdapat Masjid dan mushola
Pendidikan :
Di Trucuk terdapat berbagai strata sekolah dari Pos PAUD, TK sampai
SLTA. Salah satu kebanggaan sekolah di Trucuk adalah SMK pertanian Trucuk
(sekarang SMK Negeri 1 Trucuk) yang merupakan satu-satunya SMK Pertanian di
Klaten.
Mata Pencaharian :
Sebagian besar masyarakatnya bertani, wiraswasta , dan PNS.
Industri :
Kecamatan Trucuk merupakan salah satu sentra industri kecil
permebelan kayu terutama di desa Mireng, Sajen, Kradenan dan Bero, dan ada pula
Perusahaan Readymix Beton Cor di desa Wonosari.
Pariwisata :
Di desa Palar kecamatan Trucuk terdapat makam Pujangga Besar budaya Jawa yang hidup di Kasunanan Surakarta, dan dianggap
sebagai Pujangga Besar Terakhir tanah Jawa, beliau lahir di Surakarta, Jawa
Tengah, hari Senin Legi tgl. 15 Maret
1802 - meninggal dunia di Surakarta, Jawa
Tengah, hari Rabu Pon tgl. 24
Desember 1873 (pada usia 71 tahun) dan beliau adalah Ranggawarsita (sewaktu masih kecil namanya Bagus Burhan).
Keturunan siapakah R.Ng.Ranggawarsita / Bagus Burhan itu ?
Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan
Pajang sedangkan ibu Bagus Burhan adalah keturunan dari Kesultanan
Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya.
_________________________________________________________________
Dalam buku "Raden Ngabehi RONGGO WARSITO apa yang terjadi?" tulisan Anjar Any, yang diterbitkan oleh CV Aneka Ilmu Semarang (Cetakan pertama tahun 1990) menyebutkan bahwa :
Garis Keturunann
|
|
Ayah (Kesultanan
Pajang)
|
|
2. P.A. Aryo Prabuwijoyo (P. Benowo)
3.
Panembahan Radin (P.Emas)
4.
P. Haryo Wiromenggolo di Kajoran
5.
P.Adipati Wiromenggolo di Cengkalsewu
6.
P.H. Danu Upoyo
7.
K.R.T. Padmonegoro (Bupati Pekalongan)
8.
R.Ng.Yosodipuro Pujangga Surakarta
9.
R.Ng. Ronggo Warsito I / R.Ng. Yosodipuro II / R.T.
Sastronegoro (Saudara Seperguruan Kyai Imam Besari)
10.
M.Ng. Ronggo Warsito II (Ayah Bagus Burhan)
|
2.
R.T. Mangkurat
3.
R.T. Sujonopuro / P.Karanggayam (adbi dalem pujangga di
Pajang)
4.
R.T. Wongsoboyo (Bupati Kartosuro)
5.
K.A. Wongsotruno
6.
K.A. Noyomenggolo di Palar (berpangkat Demang)
7.
Ng. Surodirjo I
8.
R.Ng. Surodirjo II / Sudirodirjo Gantang (Pencipta cengkok
tembang “Palaran”
9.
R.Ng. Ronggo Warsito II (Ibu Bagus Burhan)
|
Selain garis ketutunan tersebut diatas, buku "Raden Ngabehi RONGGO WARSITO apa yang terjadi?" juga menceritakan banyak kisah R.Ng.Ranggawarsita, dan tentang Karya-sastra R.Ng.Ranggawarsita, disebutkan bahwa yang penulis ketahui ada 56 macam dan 3 macam hasil gubahan R.Ng.Ranggawarsita (dan mungkin masih banyak lagi yang lainnya).
Sewaktu muda Bagus Burhan dikirim kakeknya untuk berguru agama
Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo).
______________________________________________________________
Pada mulanya ia tetap saja bandel, bahkan sampai kabur ke Madiun. Setelah kembali ke Ponorogo, konon, ia mendapat
"pencerahan" di Sungai Kedungwatu, sehingga berubah menjadi pemuda alim
yang pandai mengaji.
Ketika pulang ke Surakarta, Burhan diambil sebagai cucu angkat Panembahan Buminoto (adik Pakubuwana IV). Ia kemudian diangkat sebagai Carik Kadipaten Anom bergelar Mas Pajanganom tanggal 28 Oktober 1819.
Pada masa pemerintahan Pakubuwana V (1820 – 1823), karier Burhan tersendat-sendat karena raja baru ini kurang suka dengan Panembahan Buminoto yang selalu mendesaknya agar pangkat Burham dinaikkan.
Pada tanggal 9 November 1821 Burhan menikah dengan Raden Ayu Gombak dan ikut mertuanya, yaitu Adipati Cakradiningrat di Kediri. Di sana ia merasa jenuh dan memutuskan berkelana ditemani Ki Tanujoyo. Konon, Burhan berkelana sampai ke Pulau Bali untuk mempelajari naskah-naskah sastra Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku.
Puncak Kejayaan Karier R.Ng.Ranggawarsita / Bagus Burhan :
Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar
Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830.
Lalu setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana
VII pada tanggal 14 September 1845.
Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Karya Sastra R.Ng.Ranggawarsita :
Karya sastra tulisan Ranggawarsita (versi WIKIPEDIA ensiklopedia bebas ) antara lain sbb :1.Bambang Dwihastha : cariyos Ringgit Purwa
2.Bausastra Kawi atau Kamus Kawi – Jawa, beserta C.F. Winter sr.
3.Sajarah Pandhawa lan Korawa : miturut Mahabharata, beserta C.F. Winter sr.
4.Sapta dharma 5.Serat Aji Pamasa
5.Serat Aji Pamasa
6.Serat Candrarini
7.Serat Cemporet
8.Serat Jaka Lodang
9.Serat Jayengbaya
10.Serat Kalatidha
11.Serat Panitisastra
12.Serat Pandji Jayeng Tilam
13.Serat Paramasastra
14.Serat Paramayoga
15.Serat Pawarsakan
16.Serat Pustaka Raja
17.Suluk Saloka Jiwa
18.Serat Wedaraga
19.Serat Witaradya
20.Sri Kresna Barata
21.Wirid Hidayat Jati
22.Wirid Ma'lumat Jati
23.Serat Sabda Jati
Ramalan tentang Kemerdekaan Indonesia :
Ranggawarsita hidup pada masa penjajahan Belanda. Ia menyaksikan sendiri bagaimana penderitaan rakyat Jawa, terutama ketika program Tanam Paksa dijalankan pasca Perang Diponegoro.
Dalam suasana serba memprihatinkan itu, Ranggawarsita meramalkan
datangnya kemerdekaan, yaitu kelak pada tahun Wiku Sapta Ngesthi Janma.
Kalimat yang terdiri atas empat kata tersebut terdapat dalam Serat Jaka Lodang, dan merupakan kalimat Suryasengkala yang jika ditafsirkan akan diperoleh angka 7-7-8-1. Pembacaan Suryasengkala adalah dibalik dari belakang ke depan, yaitu 1877 Saka, yang bertepatan dengan 1945 Masehi, yaitu tahun kemerdekan Republik Indonesia.
Pengalaman pribadi Presiden Soekarno pada masa penjajahan adalah ketika berjumpa dengan para petani miskin yang tetap bersemangat di dalam penderitaan, karena mereka yakin pada kebenaran ramalan Ranggawarsita tentang datangnya kemerdekaan di kemudian hari.
Tempat wisata spiritual
Cerita rakyat di Kec. Trucuk
1.
Makam
R. Ng. Ronggo Warsito
Letaknya di Desa Palar Kecamatan Trucuk
Kabupaten Klaten, Makam R. Ng. Ronggowarsito, seorang Pujangga Besar dari
Karaton Surakarta Hadiningrat yang memiliki reputasi yang sangat baik.
Merupakan tempat ziarah yang sudah sangat terkenal dan banyak dikunjungi
wisatawan dari berbagai daerah.
Disamping itu didalam komplek makam R.Ng.
Ronggowarsito (arah timur laut / sudut komplek makam) terdapat Sumur yang ada
dengan sendirinya (masyarakat menyebut “Sumur Tiban”) Menurut cerita rakyat,
sumur itu ditunggu oleh sejenis jin yang berwujud seorang puteri namanya Sekar
Lara Gadung Melati.
Dan cikal-bakal di makam R.Ng.Ronggowarsito
berada disebelah utaranya bernama Bagus Tlogo & Bagus Gumyur (Cikal bakal
ini juga punya cerita sendiri)
Gambar
Makam R. Ng. Ronggowarsito
2.
Makam
Kyai Brojo Anilo
Desa Sajen Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten,
Makam Brojo Anilo, seorang abdi Karaton Mataram pada jaman Amangkurat I yang
berpangkat setingkat tumenggung yang dikenal sangat sakti serta memiliki
kepandaian dalam ilmu filsafat. Pada suatu malam ketika semedi dia dan
isterinya melihat benda yang jatuh dari langit (megantoro) yang berujud batu
seperti kuda berpaling (Jaran Toleh).
Gambar
Makam Kyai Brojo Anilo
3.
Batu
Megantoro
Letaknya di Desa Sajen Kecamatan Trucuk,
Megantoro berarti benda yang berasal dari langit. Batu tersebut merupakan batu
yang bentuknya mirip kuda berpaling yang jatuh dari langit dan ditemukan oleh
Kyai Brojoanilo dan istrinya ketika mereka sedang semedi. Batu tersebut pada
saat ini terdapat di komplek makam Kyai Brojo Anilo.
Gambar
Batu Megantoro
4.
Makam
Ki Ageng Glego
Letaknya di Ds. Kalikebo Kec. Trucuk, Makam Ki
Ageng Glego yang merupakan prajurit dari Ki Ageng Jayeng Resmi. Selama hidupnya
Ki Ageng Glego atau Ki Surolawung (Senopati perang Majapahit) mempunyai peliharaan Kuda Kore, Kambing Gembel, Sapi Plongko
(hitam), Ayam Walik (bulunya terbalik) dan Burung Gemak (Puyuh). Lima jenis
hewan peliharaan ini sampai sekarang tidak diperbolehkan dipelihara oleh
masyarakat Dukuh Brijolor, Desa Kalikebo.
Gambar
Makam Ki Ageng Glego
5.
Makam
Ki Ageng Jayeng Resmi
Letaknya di desa Gaden Kec. Trucuk Kabupaten
Klaten, Makam Ki Ageng Jayeng Resmi yang merupakan pendatang dari
Kerajaan Majapahit yang meninggal pada usia yang relatif muda waktu berumur
27tahun dan belum mempunyai seorang istri. Makam Ki Ageng Jayeng Resmi banyak
dikunjungi peziarah pada tanggal 4 Bulan Sapar maupun malam Jum’at. Peziarah
wanita tidak diperkenankan masuk ke wilayah makam, hanya diperbolehkan di luar.
Gambar
Makam Ki Ageng Jayeng Resmi
6.
Makam
Ki Nerangkusumo
Letaknya di Dk. Sumyang, Ds. Jatipuro Kec.
Trucuk Makam Ki Nerangkusumo yang merupakan tokoh yang cukup dikenal namun
latar belakang sejarahnya tidak diketahui dengan pasti. Makam tersebut banyak
dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah khususnya pada malam Jumat
Kliwon. Setiap malam 1 Suro selalu diadakan “Tirakatan” dan sebelumnya diadakan
pentas Larasmadyo dengan menanggap waranggono.
Gambar
Makam Ki Nerangkusumo
7.
Sendang Mandong
WIKIPEDIA ensiklopedia-bebas menyebutkan bahwa : Di Desa Mandong terdapat
sebuah sendang (telaga). Menurut Erham Budi Wiranto, peneliti dari pascasarjana
UGM yang pernah meneliti Sendang tersebut, terdapat kepercayaan masyarakat
lokal bahwa Sendang Mandong dihuni oleh supranatural being yang disebut
Kyai Gringsing, Kyai Remeng dan Kyai Kapulogo. Ketiga makhluk supranatural
tersebut sering menampakkan diri sebagai bulus (penyu). Penghormatan masyarakat
setempat terhadap ketiganya diwujudkan dalam bentuk upacara bersih sendang yang
dilaksanakan setiap tahun. Setelah diadakan bersih sendang, maka ritual
dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Wayang yang digelar
selalu mengambil lakon Bharatayuda Jayabinangun.